Chasing Sunset di Uluwatu Beach
Chasing Sunset di Uluwatu Beach – Sudah beberapa hari Denpasar diguyur hujan deras. Waktunya mengalah dengan alam, mending menikmati ikan bakar di Jimbaran yang terkenal dengan seafoodnya itu. Jadi sore itu saya dan hubbie memburu ikan bakar dengan bumbu Bali yang cita rasanya menggugah banget.
Tempatnya tidak jauh dari hotel tempat kami menginap. Kalau cuaca hujan begini memang lebih enak cari kuliner unik dibanding hunting sunset. Jadi saya putuskan untuk mengunjungi tempat yang tidak biasa, tanpa view pantai dan alam. Kami hanya berjalan kaki saja sambil melihat-lihat sekitar. Sembari evening walk kami menemukan little paradise-nya kuliner, tempat ini ternyata menyediakan saung atau pondok-pondok lesehan tradisional.
Dari sekian banyak resto ikan bakar di Jakarta, kami tidak menemukan seperti disini, tempat yang menjual ikan beragam jenis termasuk ikan yang warnanya cantik dan unyu. Ada biru, kuning, merah dengan varian yang beragam. Sungguh sayang dilewatkan.

Deburan dahsyat pantai Uluwatu dari atas puncak tebing
Tapi ternyata ada yang lebih sayang lagi untuk dilewatkan selain wiskul ikan bakar. Jika berkunjung ke kawasan kecamatan Kuta Selatan, berkunjung menikmati pesona alam Uluwatu sama sekali tidak boleh dilewatkan. Karena hujan sudah reda, sore itu awan mendung tersingkap dan suasana mulai semakin cerah. “ahaaaa!” kami langsung janjian dengan teman-teman meluncur dengan seperangkat gear menuju Uluwatu beach.
Uluwatu ini terletak di ujung barat daya Pulau Dewata. Jaraknya sekitar 35 menit perjalanan dari bandara. Pura Uluwatu terletak di Desa Pecatu, sebuah Desa yang terletak di kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung-Bali. Uluwatu adalah tujuan wisata terkenal di Pulau Bali yang banyak dikunjungi wisatawan terutama pada sore hari untuk melihat matahari terbenam yang spektakuler dengan latar belakang temple atau pura Hindu di tepi tebing. Pura Uluwatu yang memiliki sejarah tinggi, selain pengunjung menikmati panorama alam sekitar, wisatawan juga akan disuguhi dengan sebuah atraksi budaya tarian yang dinamakan tari kecak.
Nama Uluwatu sendiri berasal dari lokasi dimana candi ini terletak di tebing yang menakjubkan dengan pemandangan pantai jauh di bawah tebingnya. Pura Luhur Uluwatu adalah kuil tertua di Bali dengan pemandangan lepas ke Samudera Hindia yang berada di semenanjung Bali. “Jika pulau Bali kita consider sebagai bentuk anak ayam, maka Uluwatu ini berada di posisi chiken leg – kaki ayam.” begitu kata teman saya. Pura ini berfungsi sebagai tempat pemujaan Dewa Siwa Rudra bagi masyarakat pemeluk Hindu. Menurut sejarah, Pura ini sudah dibangun sejak abad ke sebelas oleh Empu Kuturan.

Sunset di kala mendung setelah hujan, Uluwatu beach, Bali
Sedangkan pantai Uluwatu terletak jauh di bawah tebing dengan gelombang besar dan cepat yang menjadikannya sebagai salah satu spot surfing terbaik di pulau dewata. Gelombang besar, cepat, kuat dan laras yang memaksa setiap surfer untuk menggunakan keterampilan mereka dalam petualangan surfing di sini.
Oke kita lanjut petualangan hunting foto dari ketinggian tebing uluwatu yang terkenal itu. Kami tiba di lokasi dan memasuki gerbang pintu masuk kawasan pura. Untuk bisa memasuki kawasan ini kita melewati pintu pembayaran tiket masuk. Untuk masuk ke kawasan ini pengunjung harus memakai pakaian yang sopan meskipun wisatawan mancanegara. Oleh sebab itu petugas juga menyediakan kain penutup jika ada yang memakai pakaian terbuka. Kami diberi masing-masing sehelai kain berwarna kuning yang diikatkan ke pinggang sebagaimana pakaian tradisi Bali untuk mengunjungi pura.
Salah seorang teman kami seorang asing kewarganegaraan Australia. Ternyata saat pembayaran tiket, ada perbedaan harga antara warga Indonesia dan wisatawan asing dari luar negri. Walau perbedaannya tidak seberapa, tapi teman kami yang orang asing ini amat kesal dengan kebijakan tersebut. Walaupun kami yang membayarkan tiket masuknya, tapi teman kami ini tidak terima dan masih saja sewot karena menganggap ini adalah rasisme. Hehehe..
Dari gerbang menuju tebing itu banyak terdapat pepohonan yang rimbun dan kami disambut monyet-monyet yang berkeliaran bebas di sepanjang jalan. Teman kami memperingatkan agar menyembunyikan atau melepaskan kalung agar tidak menarik perhatian monyet untuk merenggutnya sehingga bisa membahayakan seperti tercekik dan sebagainya. Haduh, serem juga yah deket sama monkeys.
Lalu kami berjalan menuju arah tebing di tempat kami bisa melihat sunset ke arah samudera Hindia. Meski cuaca mendung sehabis hujan tapi tetap terlihat jelas matahari sunset goes down nyemplung ke samudera. Kami mengambil spot di ujung tebing yang posisinya bisa memandang ke dua sisi tebing yang terdapat pura luhur Uluwatu. Dari tempat ini kami memandang matahari berada dibawah tempat kami berdiri. Serasa di ujung dunia. Wow.. keren banget deh tebingnya, tingginya aja mencapai sekitar 93 meter dari permukaan laut dengan pemandangan gelombang mengamuk.
Gelombang yang menghempas pinggir tebing ini begitu besar dan keras menghantam bebatuan karang, menghasilkan pemandangan buih-buih yang berbaur warna biru pekat dibawahnya sehingga menjadi berwarna biru toska. Karang-karang yang menghujam dan bebatuan besar di bawah tebing menambah nuansa thrill dan mystical di tempat itu. Ditambah lagi suasana mendung pekat jadi semakin berasa mistisnya. Di Instagram saya malah ada yang coment foto ini katanya berasa di film Harry Potter, hehe.
Menyusuri tangga-tangga di sepanjang tebing, terlihat mentari sore bergerak perlahan, dengan pesona pancaran golden light nya yang mengintip di balik awan. Para pelancong berjalan sepanjang path yang menghubungkan antar kawasan pura dan tebing-tebing semenanjung pulau. Di area tersebut dijaga dan terawat sedemikian natural terutama alam hutannya yang memberikan penghijauan yang menyegarkan mata. Udaranya yang begitu bersih kaya oksigen dari pepohonan menyatukan harmoni alam dengan nuansa spiritual.
Dari seberang tebing yang lain kami melihat dari kejauhan ada keramaian karena sedang ada pertunjukan tari kecak yang dikenal oleh para wisatawan mancanegara sebagai Uluwatu Kecak Dance. Jika memasuki pertunjukan kecak ini, pengunjung akan diberikan selebaran yang diterjemahkan ke berbagai Bahasa yang menceritakan sejarahnya. Tarian ini ditampilkan dari sore hingga malam hari. Menurut ahlinya, pagelaran ini memang dijadwalkan sesaat ketika matahari terbenam hingga gelap malam. Tarian kecak ini melibatkan banyak orang dalam tariannya, dan menyatu dalam alunan suara kecak yang ramai, riuh rendah. Sangat atraktif sekali sehingga menarik minat dan menjadi favorit wisatawan mancanegara.
Dari tempat photography spot kami, di kejauhan juga terlihat nyala api unggun yang merupakan bagian dari pertunjukan tari. Tapi kami tidak sempat kesana karena masih betah dengan kamera mengabadikan foto landscape dan sunset. Sambil sesekali kami break sejenak larut terbuai duduk di atas karang, do nothing, hanya terpukau dengan pesona alamnya. Just relaxing!

Sunset di Uluwatu temple,from top of the cliff – Bali
Nggak ada habisnya keindahan panorama alam pulau Dewata Bali ini, pesonanya memberikan efek terapi yang penuh kedamaian. Bener kata orang yang saya kutip dari Instagram, “Bali is healing”.